Selasa, 22 Maret 2011

GENDIS RAHMADIANI PRIBADI

Kota : Sukabumi
Organisasi : Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sukabumi
Pendidikan : S1 Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga

Kolom “ profil “ ini didedikasikan bagi kawan kawan yang bekerja pada pemerintah dan berjuang untuk pengembangan demokrasi, yang telah menyerahkan sebagian perhatian dan hidupnya untuk penyelenggaraan pemilihan umum ( pemilu )di Indonesia, mereka adalah ujung tombak dan garda terdepan dalam menegakan demokrasi, pada saat elit di negeri ini masih berwacana politik dalam ketidakpastian mereka telah lebih dahulu bekerja untuk rakyat, kerja kerja kecil tanpa henti.

Profil singkat kali ini adalah Gendis Rahmadiani Pribadi, wanita yang cerdas, murah senyum dan bersahaja, lahir di Surabaya tanggal 17 Juli 1986, wanita yang hobi membaca, olahraga dan mendengarkan musik ini mengawali karir pada bidang keuangan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sukabumi, pada usianya yang masih belia Gendis cukup mewakili generasi muda Indonesia yang konsen dan bekerja untuk kedaulatan rakyat untuk demokrasi, kabupaten Sukabumi layak berbangga atas kehadirannya.

Selamat berjuang Gendis..

Rabu, 16 Maret 2011

Keajaiban Perasaan

Syaikh Ali Thanthawi pernah mengungkapkan bahwa manusia menjadi manusia karena perasaanya, benarkah demikian ? adakah manusia yang tidak memiliki perasaan? raganya bergerak tanpa rasa, jiwanya kosong tanpa asa, kalau seandainya ada, lalu dimanakah letak nyanyian, syair, puisi, lantunan musik, keindahan alam, orkestra cinta dan keimanan.

Rasanya sangat tidak mungkin bila ada manusia tanpa rasa, karena perasaan sebagaimana pikiran adalah bagian yang integral dari struktur kepribadian manusia, kalau pikiran adalah penghuni rumah akal kita maka perasaan adalah penghuni rumah hati kita, dua sisi yang berdampingan dalam satu struktur gaib kepribadian.

Steven Covey pernah mengungkapkan dalam buku ajaibnya “ Seven Habits Of Highly Effective People. “ bahwa kita adalah apa yang kita pikirkan, kita kerjakan berulang ulang oleh karena itu keunggulan bukanlah suatu perbuatan melainkan kebiasaan.

Hampir setiap bahasan pengembangan kepribadian jarang mengupas secara khusus tentang perasaan, padahal setiap pikiran tidak akan pernah berubah menjadi tindakan nyata tanpa terlebih dahulu singgah dan mengembara di alam perasaan, perasaan semacam wahana untuk meng authorisasi atau meng over ride setiap anak anak pikiran yang lahir dari rahim akal sebelum berubah menjadi tindakan, pikiran menyajikan berbagai bingkai gagasan dan memilihnya dalam ruang penciptaan pertama alam gaib kemudian hampir secara bersamaan perasaan menetapkan dan mengizinkan satu pilihan bingkai pikiran tersebut untuk dilahirkan menjadi tindakan dalam ruang penciptaan kedua yaitu alam nyata materi.

Mekanisme jiwa ini berjalan secara alami dan hirarkis namun pada prosesnya hampir tak memiliki jarak antara satu proses dengan proses lainnya, setiap gagasan yang berubah menjadi tindakan, kata atau tulisan diwarnai logikanya oleh pikiran dan emosinya oleh perasaan dengan kata lain tindakan, kata atau tulisan adalah duta dua warna yaitu pikiran dan perasaan.

Seorang mukmin sejati melihat pemahaman ini dalam bingkai yang benar, orang yang sangat cerdas, pintar dan berpikiran besar tidak mungkin menemukan Tuhan hanya dengan logika yunani atau rasionalitas barat saja, bukankah banyak saat ini yang benar benar  percaya kepada Tuhan tapi jauh dari kebajikan dan amal salih, bukankah hampir semua percaya akan hari akhir namun sedikit yang mempersiapkannya, di sinilah perasaan menemukan fungsi dan perannya ia mengalirkan kehendak kuat kepada raga untuk bergerak dan beramal, di sinilah pula iman bersemayam tumbuh dan mengakar di ruang hati, diantara jenak jenak perasaan.
Wallahu 'alam 

Selasa, 08 Maret 2011

Illuminati

Illuminati adalah persaudaran rahasia tertua setelah Freemansonry, Knight Templar dan Biarawan Sion, Illuminati pada awalnya digagas dan didirikan oleh seorang anak Rabi Yahudi yang dibesarkan ala Jesuits oleh Gereja Katolik (Vatikan), kecenderunganya terhadap pemikiran dan akal sehat mendorongnya untuk melawan otoritas gereja dan menTuhankan akal, menjadikan akal sebagai agama dan ideologi hidup, pada awalnya banyak terinspirasi oleh filsafat peripatetik yang dikembangkan filsuf Yunani Aristoteles dan murid muridnya. Filsafat ini memuliakan kebebasan akal dan menimba ilmu pengetahuan dan kebenaran dengan pendekatan akal, namun seiring dengan situasi sejarah saat itu ia mulai bersintesa dengan kelompok kelompok anti agama salah satunya yang paling kuat adalah Freemansonry, ia mempelajari Freemasonry dan memperbandingkannya dengan Jesuits, ia tak lain adalah Dr Adam Weishaupt. Adam Weishaupt dibantu keluarga Rothschild mendirikan Illuminati tahun 1776. Illuminati sendiri seperti disebutkan diatas didasarkan pada ajaran Lucifer yang berarti "karunia cahaya" sedangkan Lucifer itu sendiri adalah simbol pagan yang diambil dari Kitab Kabbalah, sebuah kitab berbahasa Ibrani yang menjadi dasar ajaran paganisme di dunia yang ajarannya banyak diwarnai ritual ritual satanic.

Kamis, 03 Maret 2011

Biarawan Sion


Ketakutan tumbuh dalam kegelapan Jika anda kira ada hantu di sana, pendarkanlah cahaya
( Dorothy Thompson )


Dalam novel Da Vinci Code, seorang professor ahli simbologi Universitas Harvard, Robert Langdon kurang lebih berkata kepada Princess Sophie,

Sophie.. tahukah kau apa itu keyakinan ? keyakinan adalah menerima apa yang kita bayangkan itu benar… dan dalam proses penerimaanya terkadang manusia menggunakan metafora untuk memperjelas bayangan bayangan penerimaan itu dan tahukah kau metafora itu kadang dilebih lebihkan….

Sophie digambarkan dalam novel tersebut sebagai keturunan suci dari Ordo/Dinasti Merovingian, dinasti keturunan Yesus Kristus dari perkawinanya dengan Maria Magdalena, menurut kepercayaannya Yesus Kristus tidak mati di tiang salib seperti dipercayai sebagian besar Vatikan dan umat Kristiani di dunia melainkan di kuburkan dalam keadaan hidup dengan Kain Kafan Turin sebagai buktinya, kain kafan ini dipalsukan oleh Master Biarawan Sion Leonardo Da Vinci pada tahun 1492 dengan tujuan menjaga kerahasiaan persaudaraan Biarawan Sion, Yesus kemudian menjalani kehidupan seperti biasa bersama Maria Magdalena dan beranak pinak hingga keturunannya bercokol menjadi bangsawan di daerah Prancis utara, Dinasti ini kemudian berkuasa di Prancis pada abad ke 15 hingga dugulingkan Dinasti Carolinian pada abad ke 17, dinasti Merovingian ini merupakan kumpulan para Biarawan Sion yang didirikan pada tahun 1090 oleh Godfrey De Bouilon seorang Bangsawan Prancis keturunan Merovingian yang berangkat ke Yerusalem dan menjadi komandan Perang Salib I, atas keberhasilannya dalam perang salib I Godfrey kemudian di daulat menjadi Raja Yerusalem namun Godfrey menolak dan memilih menjadi Biarawan Penjaga Makam Suci Biara Our Lady Of Mount Sion di Yerusalem dan Godfrey kembali ke Prancis untuk menjemput anak keturunanya Balian Of Ibelin dan membawa Balian kembali berjuang bersamanya di Yerusalem.

Uniknya pada Perang Salib I Godfrey De Bouilon satu satunya kesatria yang berhasil melukai pemimpin pasukan Islam yang sangat disegani Shalahuddin Al Ayubi, Godfrey kemudian meninggal karena sakit setelah sebelumnya membai’at sang anak menjadi ksatria penjaga makam suci. Sang anak Balian pada perang Salib II kembali di daulat menjadi Raja Yerusalem dan seperti Ayahnya ia pun menolak dan ia pun menjadi satu satunya ksatria yang diperhitungkan oleh Shalahuddin Al Ayubi karena berhasil mempertahankan benteng Yerusalem dengan tangguh dan kemudian menyerah dengan damai dan berkata kepada Sybilla ( Ratu Yerusalem saat itu )

Biarlah Tuhan mengatur kerajaan ini sesuka hatinya… kerajaan surga…

kemudian ia berbondong bondong bersama yang lainnya pulang ke Prancis.

Biarawan Sion adalah persaudaraan rahasia tertua di dunia yang berkelebat melalui ruang dan waktu, sangat rahasia, penuh dengan kode kode rahasia dan praktek esoterik ( kebatinan ) sebagai perwujudan ajaran Kabbalah ajaran pagan. Biarawan sion bekerja menjaga rahasia rahasia politik dan spiritual selama berabad abad, rahasia yang akan mengguncang kehidupan manusia di dunia.. kumpulan persaudaraan ini terdiri dari para garis keturunan Yesus ( Merovingian ), para pemikir bebas dan para Alkemia (para pelukis kasar wajah).

Demokrasi dan Watak


“Tegakanlah Islam dalam dirimu niscaya ia akan tegak di muka bumi ini...“
( Abu Hasan Ali Al Husaini An Nadwi )

Tema tentang demokrasi adalah tema kemanusiaan, sebagaimana tema agama dan cinta, tema yang selalu melekat pada lapisan sejarah seolah demokrasi, cinta dan agama adalah bagian integral dari suasana struktur psiko sosial sejarah yang biasa kita sebut sebagai dinamika peradaban, masing masing memiliki konteks dan dimensi yang berbeda namun tetap kuasnya selalu menoreh pada lukisan peradaban, agama adalah lambang nilai interaksi vertikal manusia dengan Tuhan, sedangkan cinta dan demokrasi dalam pengertian kontemporer adalah lambang interaksi horizontal, cinta memiliki mekanisme unik dalam interaksinya karena daya dorongnya selalu lahir dari kedalaman hati, sedangkan hati memiliki rahasia tersendiri yang kadang tidak dikenal oleh akal ( Paskal ) dan hati menurut Al Ghazali dalam Ihya Ulummuddin sebagaimana akal adalah unsur latifah ( unsur lembut ) yang Allah tanamkan directly dalam setiap bibit jiwa manusia. Jadi meskipun cinta adalah lambang nilai horizontal namun pada suasana tertentu selalu ada unsur transenden yang sangat pribadi dengan Tuhan, di sinilah kita mengenal kelahiran tasawuf cinta sebagai jalan menuju Tuhan, adalah Rabiah Al Adawiah, Jalaluddin Rumi, Dzun Nun al Mishri diantara contoh hakiki yang menempuh jalan ini dan mendapatkan penyingkapan/kasyaf (Al Ghazali : Metode Menjemput Maut )

Sedangkan demokrasi lahir dari rahim sejarah yang berkontraksi secara horizontal, di titik peradaban kontraksi sejarah selalu melahirkan drama kehidupan yang pilu : kolonialisme, imperialisme, perang dunia I, perang dunia II dan zionisme, semua tragedi pilu ini adalah anasir yang kuat lahirnya komitmen dalam penguatan demokrasi, demokrasi sebagai jalan ketiga setelah gagalnya kekuasaan pemerintahan agama serta petaka kekuasaan feodalisme dan diktatorisme diyakini sebagai sintesa keduanya berupa jalan tengah yang obyektif.

Dalam teori marxisme setiap kemunculan tesis dalam satu titik kutub selalu diikuti dengan anti tesis di kutub yang lainnya, dan diantara dua kutub tersebut selalu muncul sintesis yang mengakomodasi keduanya sebagai jalan tengah, atau merujuk gagasan Pramoedya Ananta Toer tentang ambivalensi bahwa x selalu sebangun dan sama dengan invers x contohnya setiap kehadiran cinta dalam hati kita selalu diikuti secara berurut atau bersamaan dengan rasa benci, senang dengan sedih, siang dengan malam, laki laki dengan perempuan dan seterusnya contoh yang lebih dalam lagi kehadiran agama samawi (monoteisme) merupakan antitesis yang berlawanan dari tesis paganisme (polytheisme) atau contoh lainnya filsafat dan agama dengan akhlak sebagai lambangnya, dialog kreatif diantara keduanya (tesis dan antitesis) menghasilkan sintesis berupa teologi dan teosofi. Teologi mendasarkan kajiannya pada wahyu sedangkan teosofi adalah sintesa pemikiran ( akal ) , wahyu dan akhlak, dari sinilah muncul harapan besar dunia Islam yaitu harakah islamiah sebuah gerakan dan pemikiran produk filsafat, agama dan teologi.

Ketika dialog kreatif antara tesis dan antitesis diantara dua kutub berlawanan terjadi maka terjadilah pula saling interaksi dan tarik menarik secara ulur, dari interaksi tersebut muncullah kontraksi dan di situlah drama sejarahnya setiap kontraksi pada rahim sejarah selalu melahirkan petaka berupa operasi, agitasi massal dan agresi dalam berbagai bentuknya, padahal seharusnya setiap interaksi yang berkontraksi tersebut menghasilkan sinergi sejarah yang indah yang dapat melahirkan kehidupan baru yang menghormati kemanusiaan dan membangun peradaban.

Di sinilah kita menemukan makna dan premis bahwa demokrasi kontemporer adalah realitas objekif yang hadir di perut sejarah sebagai sistesis diantara wajah feodalisme dan diktatorisme dunia dan kemunduran kekuasaan pemerintahan agama, suatu proses hirarkis yang menyudahi antitesis sebelumnya. Tesis, anti tesis dan sintesis adalah suatu proses sejarah yang hirarkis berbentuk piramida menjulang, tesis menyudahi sintesis sebelumnya, antitesis menyudahi tesis dan sintesis menyudahi antitesis, apa yang saat ini menjadi sintesis suatu saat sejarah menjadikannya antitesis dan menghadirkan sintesis yang baru, proses hirarkis ini merupakan siklus sejarah (sunnatullah).

Bila ditelusuri konsep demokrasi memang bersumber dari filsafat peripatetik yaitu filsafat yang di gagas Aristoteles yang mendasarkan pencapaian kebenaran dan pengetahuan pada kebesaran dan kekuatan akal, esensi demokrasi ini terletak pada nilai representasi (keterwakilan) melalui sistem kepartaian, jadi demokrasi semacam instrumen yang mengakomodasi keragaman dialog kreatif suara rakyat sebagai suara Tuhan dan menciptakan produk kedaulatan. Dalam konteks ini terjadi banyak kontraksi diantara warna, identitas, suara, dan watak rakyat, diantara banyak tesis dan antitesis dan yang akan menjadi pemenang pada proses dialog kreatif ini adalah yang mendapatkan representasi atau dominasi secara legal.

Dalam instrumen ini ukuranya bukan benar dan salah karena demokrasi bukanlah sumber kebenaran dan pengetahuan demokrasi hanyalah sekedar wadah yang dibaluti sistem, yang menjadi ukuran melainkan dominasi representasi yang legal, jadi instrumen ini memiliki beberapa dilema.

Dilema yang pertama dalam demokrasi adalah titik acuannya bukanlah kebenaran, melainkan representasi yang legal, sesuatu dianggap benar bila ia representasi dan legal, tak peduli bila ia bertentangan dengan kebenaran agama dan positivisme. Dilema yang kedua terletak pada representasi itu sendiri, apakah representasi telah benar benar representatif ? banyak variabel yang memfaktori bias ini, diantaranya adalah tingkat pendidikan politik rakyat yang rendah yang menetukan tingkat parisipasi politiknya, sistem pemilu sebagai titik puncak demokrasi tidak berorientasi pada representasi nilai, sehingga pemilu berjalan secara transaksional terdapat proses jual beli representasi yang didasarkan pada keuntungan pragmatis, dilema yang ketiga adalah dilema watak, dalam teori rekayasa sosial instrumen yang paling efektif melakukan perubahan tidak hanya sitem tetapi juga difaktori oleh manusia yang mewarnainya dengan watak, perubahan yang efektif hanya bisa dilakukan oleh sistem yang telah diwarnai, dirasuksi oleh watak yang pro nilai dasar dan perubahan, maka produk demokrasi berupa perubahan sosial yang berdaulat legal dan legitimasi memiliki orientasi yang jelas.

Dalam bingkai inilah kita menemukan pandangan bahwa sesungguhnya persoalanya bukan pada eksistensi demokrasi, sumber, halal dan haramnya, karena dialog seperti ini pun adalah berkah dari deviden demokrasi. Kita tak mungkin menghindari demokrasi yang telah menjadi realitas objektif, yang bisa kita lakukan adalah menstransformasi nilai yang kita anut secara compatible ke dalam kaidah demokrasi, dan cara efektif dalam proses transformasi tersebut adalah dengan membangun watak demokrasi ke arah watak yang pro orientasi pro perubahan pro keadilan pro pembangunan pemerataan dan pro nilai dasar, begitulah suatu bangsa dibangun, begitulah angin watak menghembus mencipta mendeterminasi bangun peradaban baru hingga kelak sejarah yang mengamortisasi waktu lambat laut mengalirkan cinta, agama dan demokrasi watak pada telaga waktu akhir kehidupan ini dan menemukan sintesis yang pernah hilang. Wallahu'alam

Rabu, 02 Maret 2011

Lelaki Akhirat


Pada abad ke 6 tanggal 20 April 571 M di daerah Jazirah Arabia tepatnya di sebuah lembah bernama  Bakkah ( Mekah ) lahirlah seorang anak lelaki yatim dengan kelahiran yang penuh cahaya dari seorang ibu bernama Aminah, ayahnya bernama Abdullah telah meninggal dunia pada usia kandungan 3 bulan, anak lelaki itu kemudian diurus oleh pamanya bernama Abu Thalib

Singkat kisah suatu ketika mereka ( paman dan anak lelaki ) pergi berdagang ke daerah Syiria sebelah utara Mekah, perjalanan anak lelaki dan pamannya beserta saudagar Arab yang lain ini menyusuri jalur minyak wangi, disebut jalur minyak wangi karena jalur ini dilalui oleh para saudagar yang berdagang hasil rempah, pala, minyak wangi dan yang berbau harum lainnya. Dalam perjalanan menuju Syiria diantara perbatasan akhir mekah ke utara tibalah mereka di Bostra, di daerah ini terdapat sebuah biara yang didalamnya hidup para Biarawan Kristen Ortodok secara turun temurun, ketika yang satu meninggal kemudian digantikan dengan anak keturunannya sampai yang saat itu hidup bernama Biarawan Bahira.

Bahira adalah biarawan yang saleh penganut monoteisme berbeda dengan bangsa Arab yang saat itu pagan, dalam biaranya Bahira banyak menemukan manuskrip kuno, ia mempelajarinya satu demi satu dan tibalah ia pada satu kesimpulan dari hasil penelitian dan pembelajarannya bahwa kelak akan hadir seorang Nabi.
Maka sejak saat itu ia selalu mencari tanda tanda kenabian, memperhatikan setiap saudagar yang melewati biaranya tak terkecuali suatu ketika rombongan saudagar yang datang dari Mekah yang tidak lain adalah rombongan saudagar ( kafilah ) Abu Thalib dan anak lelaki dari salah satu suku bangsa terbesar di Jazirah Arabia yaitu Ordo Quraisy.

Bahira melihat dengan seksama kedatangan mereka dari jauh dan segera perhatiannya tertuju pada awan yang berarak memayungi kafilah itu, ketika kafilah itu berhenti maka sang awan pun berhenti, ketika kafilah itu kembali berjalan maka sang awanpun ikut berjalan memayungi tepat diatas mereka sehingga perjalanan menjadi lebih teduh. Sesampainya di depan biara rombongan berteduh di bawah pohon rindang dan sang awan pun ikut melindungi tepat di atasnya, sehingga lebih teduh dan nyaman karena mereka berlindung tidak hanya di bawah pohon tapi juga di kolong awan.

Bagi mereka yang saat itu memiliki kepekaan spiritual akan melihat awan yang memayungi dari sudut pandang yang berbeda yaitu awan sebagai sebuah pertanda yang terjadi bukan karena kebetulan melainkan sengaja memayungi sebagai perlindungan, penghormatan dan pemuliaan.

Singkat kisah Bahira kemudian memanggil rombongan kafilah tersebut dan mempersilahkan masuk biaranya untuk menerima jamuan, Bahira menatap satu persatu wajah rombongan yang masuk kemudian dia bertanya kepada kafilah itu apakah ada yang tertinggal, ternyata anak lelaki yang berangkat bersama pamannya tertinggal dan tidak ikut masuk untuk menjaga unta unta mereka. Bahira kemudian mempersilahkan Kafilah itu untuk memanggil sang anak agar ikut bersama perjamuan, akhirnya sang anak masuk ke biara dan Bahira berdecak kagum atas cahaya yang Ia lihat pada wajah anak itu.

Selesai jamuan Bahira tidak segan segan mengajukan beberapa pertanyaan pada sang anak seputar pola hidupnya, dan aktivitas kesehariannya, Bahira bahkan meminta sang anak untuk menanggalkan jubah belakangnya dan lagi lagi ia berdecak penuh kekaguman saat ia melihat ada tanda di antara kedua punggung anak lelaki itu.

Bahira kemudian berkata pada rombongan kafilah tersebut untuk membawa sang anak pulang kembali ke Mekah dan tidak melanjutkan perjalanan. Ia khawatir anak itu mendapatkan celaka karena akan bertemu dengan orang orang Yahudi, anak itu kelak akan menjadi seorang nabi menurutnya.
Sang anak lelaki yang saat itu berusia 9 tahun sebagian ulama ahli sirah menyebutkan 12 tahun tidak lain adalah lelaki akhirat bernama Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr bersama pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib.

Kelahiran yang bercahaya, awan yang memayungi, tanda di sekitar punggung, wajah yang berkilauan cahaya adalah sebuah tanda dalam manuskrip Kristen tentang kehadiran seorang Nabi, dan biarawan Bahira lah yang saat itu memiliki kepekaan secara spiritual ( keimanan ) akan kehadiran seorang nabi, kehadiran seorang lelaki akhirat yang kelak menorehkan tinta keemasan di sepanjang sejarah manusia.  
Wallahu ‘alam (Denden Deni Hendri )